Ceritane Wong, Cerita Rakyat, Dongeng, Artikel

Laksamana Cheng Hoo Jambi

Laksamana Cheng Hoo Jambi

 Laksamana Cheng Ho Jambi, also known as 'Size Hung-Chue', is a legendary figure in Chinese and Indonesian history. He was a sixteenth century Indonesian trader and explorer who is widely regarded as one of the greatest mariners of his time.


Although the exact origin of Laksamama Cheng Ho Jambi is not known, he is believed to have been born in China during the Ming Dynasty. He was a Muslim and began his career as an eunuch servant. He was appointed to the imperial court as a general in the Chinese Navy by the Yongle Emperor.

In 1414, Laksamama Cheng Ho Jambi was given command of a vast fleet of Chinese ships and commanded seven voyages. He visited many parts of South and Southeast Asia, as far south as Malacca and as far west as the Gulf of Fars, which is now in Iran. On his voyages, he traded extensively, brought back foreign goods to China, and built good relations between China and the countries he visited.

In 1434, he set out on his seventh and last voyage. After months of sailing, his ship was wrecked off the coast of Java, and Cheng Ho was never seen again. He is remembered for his voyages as one of history's great navigators and for his role in developing stronger ties between China and the nations he visited.

In Jambi itself, Cheng Ho is remembered as a hero and is revered by local Southeast Asians. A monument to him was built in Jambi in the 16th century. In 1985, a bronze statue depicting him was unveiled in the city.

Every August, Jambi celebrates a month-long festival to commemorate Laksamma Cheng Ho Jambi's legacy. The festival includes various activities, such as art installations, music performances, traditional dances, food stalls, talks and forums, parades, and the illumination of the monument. This festival serves as a reminder to Malaysians of the impact Laksamana Cheng Ho Jambi had on their land and their culture.

Sejarah Masjid Agung Kuala Tungkal

 Masjid Agung Kuala Tungkal adalah masjid yang sangat penting di kawasan Kuala Tungkal, Provinsi Jambi, Indonesia. Masjid ini berdiri sejak tahun 1892 dan telah melalui beberapa fase perbaikan. Masjid ini dibangun oleh pemimpin daerah yang berkuasa pada masa itu, Sultan Tungkal.


Konsruksi Masjid Agung Kuala Tungkal dimulai pada tahun 1892 dan berlangsung sampai 1906. Saat itu, masjid dibangun dari batu bata dengan arsitektur kolonial dan dihiasi lukisan di dinding. Masjid ini juga memiliki sebuah menara yang disebut 'Menara Tajug'.

Penambahan baru dan perbaikan terakhir yang dilakukan pada masjid ini berasal dari periode pemerintahan Sultan Tungkal III.


Pada tahun 1957, Sultant Tungkal III mengeluarkan perintah untuk membangun sebuah tempat ibadah yang lebih besar untuk menampung jemaah. Pada tahun 1959, tanah dan bangunan asli Masjid Agung Kuala Tungkal telah selesai direnovasi. Saat itu, masjid ini dibangun dari batu bata dengan bunga-bunga besar dan arsitektur yang profesional.

Masjid Agung Kuala Tungkal merupakan salah satu bangunan penting dalam sejarah Jambi yang masih memiliki keindahan dan nilai arsitektural yang tinggi. Masjid ini berfungsi selama lebih dari satu abad sebagai salah satu tempat ibadah terbesar di Jambi. Masjid ini juga menjadi tempat berkumpulnya umat Islam di Jambi.


Sebagai simbol kultural Jambi. Masjid Agung Kuala Tungkal menjadi salah satu landmark penting di Jambi yang merupakan tempat penting untuk melakukan ziarah bagi umat Islam. Masjid ini juga sering dijadikan tempat berkumpulnya umat Islam untuk beribadah.


Kini, Masjid Agung Kuala Tungkal merupakan landmark yang terkenal di Provinsi Jambi. Masjid ini menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan yang datang ke daerah ini. Kini, Masjid Agung Kuala Tungkal juga sudah menjadi salah satu objek wisata yang terkenal di Provinsi Jambi.

Sejarah Masuknya Islam di Jambi

 Sejarah Masuknya Islam di Jambi


Jambi adalah salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang paling awal kedatangan agama Islam. Sebagai lokasi penting dalam perdagangan laut, Jambi telah menyaksikan masuknya banyak orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama sejak abad ke-14. Seiring dengan berkembangnya hubungan dagang dengan kawasan Asia seperti Cina dan India, islam juga mengalami masuknya di Jambi.

Pemerintah Jepang membuka perbatasan di daerah Jambi untuk membuka lebih banyak hubungan dagang dengan negara Asia lain seperti sultanat Malaka, Aceh, dan lainnya. Akibatnya, terjadi masuknya agama-agama dari wilayah Asia seperti Hindu dan Islam. Hal ini tercatat dalam berbagai sumber sejarah seperti Sejarah Melayu dan Sejarah Jambi rilis abad ke-16.

Sejarah Masuknya Islam di Jambi  Jambi adalah salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang paling awal kedatangan agama Islam. Sebagai lokasi penting dalam perdagangan laut, Jambi telah menyaksikan masuknya banyak orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama sejak abad ke-14. Seiring dengan berkembangnya hubungan dagang dengan kawasan Asia seperti Cina dan India, islam juga mengalami masuknya di Jambi.  Pemerintah Jepang membuka perbatasan di daerah Jambi untuk membuka lebih banyak hubungan dagang dengan negara Asia lain seperti sultanat Malaka, Aceh, dan lainnya. Akibatnya, terjadi masuknya agama-agama dari wilayah Asia seperti Hindu dan Islam. Hal ini tercatat dalam berbagai sumber sejarah seperti Sejarah Melayu dan Sejarah Jambi rilis abad ke-16.  Masuknya Islam di Jambi kemudian semakin berkembang karena kedatangan alim ulama dari berbagai lokasi Asia, terutama dari Sumatera, yang membawa ajaran agama ini. Menurut beberapa sumber lain, kehadiran agama Islam di Jambi adalah hasil dari aktivitas pemuka agama dari daerah Asia lain yang berdagang dan berinteraksi dengan pemukim di Jambi.  Selanjutnya, meskipun banyak sekali agama lain yang telah masuk ke Jambi, agama Islam adalah agama yang paling banyak dipeluk oleh orang Jambi hingga saat ini. Sekitar hampir 80 persen dari penduduk di Jambi saat ini adalah muslim, sementara beberapa dari mereka memeluk aliran Sunni dan ada pula yang memeluk aliran Syiah.  Di Jambi, islam merupakan agama yang diakui dan dipeluk oleh masyarakat setempat. Meskipun ada banyak perdebatan antara agama-agama lain yang masuk di Jambi, islam menyatukan masyarakat Jambi dengan menggabungkan berbagai ketegori budaya masyarakat Jambi dengan keyakinan islam. Hal ini dapat terlihat dalam banyak tradisi perkawinan Jambi yang telah dimodifikasi dengan berdasarkan tradisi islam.  Sejak masuknya islam, dunia politik di Jambi telah berubah. Diktator-diktator lokal yang sebelumnya menguasai wilayah telah digantikan dengan penguasa yang lebih bijaksana dan berdasar pada ajaran islam. Sedangkan islam telah membantu masyarakat Jambi untuk lebih menghargai dan menghormati pendapat satu sama lain.  Kesimpulannya, sejarah masuknya Islam di Jambi adalah cerita lama yang masih segar hingga hari ini. Pemerintah Jepang membuka perbatasan untuk memajukan perdagangan laut, membuka jalan bagi agamanya untuk masuk di daerah ini. Meskipun demikian, agama Islam akhirnya menjadi agama mayoritas di Jambi yang terus berlanjut sampai hari ini.
Masuknya Islam di Jambi kemudian semakin berkembang karena kedatangan alim ulama dari berbagai lokasi Asia, terutama dari Sumatera, yang membawa ajaran agama ini. Menurut beberapa sumber lain, kehadiran agama Islam di Jambi adalah hasil dari aktivitas pemuka agama dari daerah Asia lain yang berdagang dan berinteraksi dengan pemukim di Jambi.


Selanjutnya, meskipun banyak sekali agama lain yang telah masuk ke Jambi, agama Islam adalah agama yang paling banyak dipeluk oleh orang Jambi hingga saat ini. Sekitar hampir 80 persen dari penduduk di Jambi saat ini adalah muslim, sementara beberapa dari mereka memeluk aliran Sunni dan ada pula yang memeluk aliran Syiah.

Di Jambi, islam merupakan agama yang diakui dan dipeluk oleh masyarakat setempat. Meskipun ada banyak perdebatan antara agama-agama lain yang masuk di Jambi, islam menyatukan masyarakat Jambi dengan menggabungkan berbagai ketegori budaya masyarakat Jambi dengan keyakinan islam. Hal ini dapat terlihat dalam banyak tradisi perkawinan Jambi yang telah dimodifikasi dengan berdasarkan tradisi islam.

Sejak masuknya islam, dunia politik di Jambi telah berubah. Diktator-diktator lokal yang sebelumnya menguasai wilayah telah digantikan dengan penguasa yang lebih bijaksana dan berdasar pada ajaran islam. Sedangkan islam telah membantu masyarakat Jambi untuk lebih menghargai dan menghormati pendapat satu sama lain.

Kesimpulannya, sejarah masuknya Islam di Jambi adalah cerita lama yang masih segar hingga hari ini. Pemerintah Jepang membuka perbatasan untuk memajukan perdagangan laut, membuka jalan bagi agamanya untuk masuk di daerah ini. Meskipun demikian, agama Islam akhirnya menjadi agama mayoritas di Jambi yang terus berlanjut sampai hari ini.

sejarah berdirinya masjid pertama di indonesia

 Masjid pertama di Indonesia dibangun pada abad ke-15 selama masa pemerintahan kerajaan Demak. Kerajaan Demak adalah kerajaan Muslim pertama di Indonesia yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475. Pada tahun 1520, Raden Patah membangun Masjid Agung Demak di wilayah utara pantai Jawa yang berfungsi sebagai pusat keagamaan dan politik. Masjid ini dibangun dari kayu dan bambu dan dihiasi dengan relung dan relief yang dikerjakan oleh para seniman Demak.


sejarah berdirinya masjid pertama di indonesia
Masjid Agung Demak menjadi tempat pengumpulan dan pertemuan para pemimpin kerajaan dan pemimpin agama. Di masjid ini, para pemimpin mengadakan diskusi dan mengambil keputusan tentang masalah penting di kerajaan. Masjid ini juga menjadi pusat perdagangan di wilayah itu, dengan pembeli dan penjual yang menghadiri pasar di sekitar masjid.


Masjid Agung Demak adalah pusat kebudayaan dan politik di abad ke-15. Masjid ini memainkan peran penting dalam pembagian wilayah di Jawa dan membantu menyebarkan agama Islam di seluruh Indonesia. Pada abad ke-17, masjid ini dihancurkan oleh pasukan Portugis yang menyerang kerajaan Demak. Meskipun demikian, masjid ini tetap menjadi simbol penting bagi sejarah Islam di Indonesia.

Sejarah kerajaan jambi

 Kedatangan raja pertama ke daerah Jambi bisa ditelusuri setelak seribu tahun. Menurut sejarah, pemukim asing pertama yang datang ke daerah ini adalah Dato' Diraja Kedah, Raja Merong Mahawangsa. Dia menurunkan keturunannya yang bernama Island Awang, yang kemudian menjadi Raja Jambi pertama.


Raja Merong Mahawangsa


Pada awal abad ke-16, Raja Jambi merupakan salah satu kerajaan besar di Sumatra. Pada masa itu, beberapa kerajaan besar lainnya di Sumatera adalah Aceh, Palembang, Pagaruyung, dan Jambi. Kerajaan Jambi dijadikan pusat kesatuan kerajaan oleh Raja Alauddin Riayat Shah yang memisahkan daerah Jambi dari wilayah Palembang pada tahun 1245 M. Kesatuan ini merupakan kerajaan Jambi sampai tahun I880.


Peninggalan sejarah yang kuat dari dinasti klasik kerajaan Jambi terdapat di megalit Istana Kera di Jambi. Istana ini terletak di atas bukit kecil di tepi kota Jambi. Megalit ini berasal dari zaman prasejarah dan dibangun sekitar abad ke-12 Masehi. Struktur megalit ini masih utuh walaupun sebagian besar telah hancur oleh jaman.

Dekadensi kerajaan Jambi dimulai setelah kerajaan itu dijajah oleh Kerajaan Aceh tahun 1583. Kerajaan Aceh mengendalikan Kerajaan Jambi sampai tahun 1639, ketika pasukan Belanda berhasil menguasai wilayah ini dan menjadikan Jambi bagian dari Kesultanan Kroketa.

Kerajaan Jambi dipimpin oleh Raja-raja Jambi mulai dari abad ke-16 hingga tahun I877. Pada tahun itulah, pemerintahan Belanda menggantikan kerajaan tradisional ini. Mereka membuat situasi pasar untuk pasokan tebu, rotan, dan akar kayu di Jambi. Pemerintahan Belanda berakhir pada tahun 1945 dan Republik Indonesia menggantikan penguasaan Belanda.

Kerajaan Jambi adalah salah satu saluran daripada budaya Minangkabau yang berasal dari Padang. Namun, budaya sendiri kerajaan Jambi berkembang masing-masing. Kerajaan Jambi juga merupakan rumah bagi beberapa bangsa lainnya seperti Melayu, Aceh, Javanese, dan Arab-Persian. Dari bagian budaya tersebut, terciptalah khasa buday Jambi yang berbeda dengan budaya Minangkabau.

Sejarah raja Jambi berakhir pada tahun 1985 ketika Syarikat Sultan Najab di Jambi mengundurkan diri dan mendukung proses reformasi, yang membawa perubahan total di Indonesia. Walaupun kerajaan tradisional Jambi sudah berakhir, namun peninggalannya masih terus melekat dengan budaya Jambi.
Back To Top